Selasa, 23 September 2008

Bali? hmmm… gila-gilaan…

Belum lama ini di Bali gw menuai apa yang kutaburkan. Bukan, bukan upil, tetapi salah satu akibat dari eksperimen yang kulakukan begitu saja di Bis 1 yang tidak bersalah dan hanya berdosa sekali saat tiba-tiba bannya kempes. Saat itu, aku melihat tempat menaruh tas ransel yang ada di dalam bis, lalu tiba-tiba ide untuk mencoba tiduran di tempat itu melintas begitu saja di pikiranku. Tanpa banyak rasa ragu, kekhawatiran, dan bumbu kacang yang terlalu gurih, aku segera menaikinya, masuk, dan ternyata muat! Tiba-tiba ada bunyi kamera HP dan ternyata si Fianka memotret. Kurang ajar, pasti besoknya bakalan ribut. Namanya juga anak cewek… Belum selesai sampai situ! Aku dan Fianka memulai obrolan kami dengan topik yang sulit dan menggairahkan, parodi orang kaya… Saat sedang asik-asiknya berbicara dengan cukup asal-asalan dan keluar begitu saja dari mulut tanpa persetujuan dengan otak, tiba-tiba aku menyadari satu hal yang membuat Fianka tertawa dari tadi, sesuatu yang dapat menghancurkan karirku sebagai anak SMP mau masuk SMU, dari tadi ternyata Fianka menggunakan video di HP-nya dan merekam segala perkataanku layaknya kameramen Tukul Arwana… TIDAAAK!!! Bagaimana ini? Bisa-bisa harga diriku tercoreng gara-gara video laknat itu… Jangan-jangan besok aku akan dipanggil Dhana Chihuahua!? Dan besoknya hampir semua anak perempuan mengetahui kelakuanku yang mulai meresahkan dari hari ke hari. Tapi Fianka membalas budi baikku menyebarkan tawa di dunia ini dengan membantu keuanganku dalam membeli kaus Joger. Belum selesai sampai disitu! Di hari terakhir kami berada di pulau Dewata, Nenek dari Jeff mentraktir angkatan kita Chinese Food di Plaza Bali, Kuta. Dengan badan bak papan cucian dengan tempat main gundu di tengahnya dan perut keroncongan, aku pun duduk dengan teman-temanku yang (hampir) sama biadabnya denganku. Pertama-tama datanglah nasi dan main course semacam ayam dengan bumbu asam manis. Saat itu kami semua mulai mengisi piring kami masing-masing dengan biadab. Nasi habis dan hidangan ayam tersebut lenyap tanpa bekas seakan-akan tidak ada masakan ayam yang dikirim ke meja kami. Orang – orang di sekitar kami berkata, “Kalau mau tambah, tambah aja..” Maka muncullah main course kedua dengan nasi, daging sapi lada hitam, dan mie goreng, semua tandas dalam waktu sangat singkat dan guru-guru yang berada di sebelah kami mulai merasakan ada sesuatu yang aneh dan ganjil. Main course ketiga kembali datang, kali ini kangkung dan nasi. Setelah lauk sudah habis, muncullah pikiran kejam dengan memalak lauk meja lain. Setelah pertimbangan ½ matang, aku bersukarela melakukannya pertama. Teman semejaku bersorak sehingga menarik cukup banyak perhatian yang dapat membuat orang berpaling dari tari kecak sekalipun. Bu Mami yang mulai menyadari ketidak laziman ini segera berkata kepada kami dengan halus dan lemah lembut,”ssstt… Jangan bikin malu…” Terlambat, aku sudah keburu malu duluan, waah kacau deh… Jadi dimana pun kita berada jangan lupa untuk bersikap optimis, ceria, dan mengundang tawa yang berasal dari lubuk hati. Seperti kata peribahasa, ada Dhana ada tawa.

Tidak ada komentar: